Cute Bow Tie Hearts Blinking Blue and Pink Pointer

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Januari 2013

Dalam Masjarakat


Dalam Masjarakat

Hatiku gemas bertjampur sedih
Mikirkan nasib kami melarat
Ideaal benderang melambai djiwa
Badan diikat rantai masjarakat

Terbang kelangit biru Ideaal
Dalam keluasan bebas angkasa
Menjongsong tjahaja permai benderang
Melahirkan perbuatan melampaui masa

Demikian djiwa kami bermimpi
Dalam kesukaran masjarakat sekarang
Mambuat hidup kami pedih
Tenaga materieel kami kurang

Luka Djiwaku


Luka Djiwaku

Tahun akan datang dan lalu
Badanku akan djadi tua
Tapi luka luka djiwaku
Dapat difadjar masa kumuda

Akan senantiasa berdarah
Dan hanjalah akan berhenti
Bila lah lupa kan Ipih Asmara
Bila badanku lah mati nanti.

Ditengah kawan jang riang
Aku berbuat seperti mereka
Tertawa suka bernjanji girang
Seperti tiada tahu kan duka

Tapi dalam kesepian kawan
Mata gembira mendjadi saju
Sedih memandang kenang kenangan
Berlumur darah luka djiwaku

Hidup Baru

Puisi karangan IPIH atau H.R (Nama samaran dari Abdoel Hadi)


Hidup Baru

Hidup baru berkobar dalamku
Segaja indah dalam pandangan
Hidup zamanku djadi ilhamku
Zaman jang penuh perdjuangan

Djiwaku jang dulu ketjewa
Merana dalam malam kesedihan
Searang kembali kuat gembira
Ditjium sinar api perdjuangan

Selagi djantungku berdegup gembira
Mompakan darah merah pahlawan
Selama itu dengan ichlas
Kuserahkan djiwaku pada perdjuangan

Kuingat Padamu


Puisi karangan IPIH atau H.R (Nama samaran dari Abdoel Hadi)

Kuingat padamu

Kuingat adamu bila fadjar
Merahkan langit sebelah timur
Kuingat padamu bila sendja
Mentjium bunga jang kan tidur

Kuingat padamu bila malam
Sepi berbunga bintang bertjaja
Kuingat pdamu bila bulan
Teduh benderang purnama raja

Kuingat padamu selalu
Sampaikan aku nurut kau pula
Baringkan badan dipangkuan bumi
Tempat segala mendjadi lupa

Tjinta Jang Sutji


Penulis
Nama samaran  : Selasih atau Seleguri
Nama asli         : Sariamin
Riwayat           : Lahir di Talu (Sumatera Barat) bulan Juli 1909.

Tjita Jang Sutji

Kutjinta kanda sepenuh hati,
Dengan tjinta ibu, jang maha sutji,
Suka membela berbuat djasa,
Sekuat tulang sehabis tenaga.

Biar melajang njawa dibadan,
Ataupun karam tengah lautan,
Biar habis harta dan benda,
Djika penebus djiwa kakanda.

Kutjinta kakanda sebagai isteri,
Suka membela berbuat djasa,
Kasih bertjampur dendam berahi,
Penghiburkan sukma, penggembirakan hati.

Kutjinta kanda sebagai anak,
Seperti anak sjangkan bapak,
Kupandang tinggi, serta mulia,
Kutakuti tuan, kuhormato kanda.

Kutjinta kanda bagai saudara,
Tempat adinda minta bitjara,
Sebagai dahan tempat bergantung,
Diwaktu panas tempat berlindung.

Kutjinta kanda sebagai sahabat,
Lawan bergurang bemusjawarat,
Teman bersuka bertjengkerama,
Penghilangkan bimbang pelipur duka.

Kutjintai kanda degan tjinta sutji,
Tjinta ibu tjinta sedjati,
Tjinta isteri tjinta berahi,
Tjinta anak tjinta berbakti,
Tjinta saudara pendjauhi tjedera,
Tjinta sahabat pokok gembira.

Adakah kanda jang lebih kuat,
Jang lebih besar tinggi deradjat,
Tjinta jang lima tjinta perempuan,
Kehadapan kanda beta serahkan.

Tuanlah ajahku djiwa pudjaan,
Tempat adinda mejerahkan badan,
Tuan anakku timbunan sajang,
Kanda suami tempatku rindu,
Bagai saudara tempat bertenggang,
Seperti sahabat orang pembantu.

Kanda ! dimana hilangmu akan terganti.
Kemana tukaran adinda tjari,
Ku daki bukit dan gunung,
Laut segara adinda harung,
Kudjalani kampung negara,
Setara kakanda bertemu tiada.

Ratap Ibu


Hai I come back again
Sekian lama hilang dari peredaran. Datang-datang membawa puisi zaman ketumbar *apa coba?*

Aku habis bersihin perpustakaan miniku dan ketemu lah ini, taaraaaa *pegang buka yang kertasnya udah menguning*, sebuah buku bersejarah, tua, dan lapuk. Gak tau deh judul bukunya apa soalnya udah sobek , *bau lagi*. Jadi, aku simpulkan saja, ini buka merupakan kumpulan puisi-puisi zaman dahulu. Yaa penulisnya lahir di tahun 1910-an J

Dan kali ini, aku ingin sekali masyarakat awam khususnya remaja, untuk membaca beberapa diantaranya. Bahasa yang digunakan lugas dan indah lagi berseni. Masih belum mengikuti EYD lho *iya lah mana ada EYD zaman itu* Haha. Oke langsung aja.

Penulis
Nama samaran  : Selasih atau Seleguri
Nama asli         : Sariamin
Riwayat           : Lahir di Talu (Sumatera Barat) bulan Juli 1909.

Ratap Ibu

Anakku tuan remadja putri,
Buah hati tjahaja mata,
Hari raja sebesar ini
Mengapa tuan tak bangun djua.

Bangun tuan, bangun nak kandung,
Bangun nak sajang, muda rupawan;
Sampai hati anakku tuan,
Membiarkan bunda duduk berkabung.

Lihatlah nasi telah terhidang,
Pakailah kain berlipat-lipat,
Tuan penanti djamu jang datang,
Akan pendjelang kaum kerabat.

Bunji tabuh menggegar bumi,
Bunji petasan gegap gempita,
Penuh sesak didjalan raja,
Segala umat bersuka hati.

Parau suara kering rangkungan,
Memanggil tuan emas djuita;
Mengapa tidak tuan dengarkan,
Suka melihat ibu berduka.

Tersirap darah gemetar tulang,
Melihat gadis duduk bersenda;
Wadjah tuan sedikit tak hilang,
Serasa anakku duduk berserta.

Aduhai gadis anakku sajang,
Masi teringat, terbajang-bajang;
Dihari raja tahun dahulu,
Tuan duduk dihadapan ibu.

Bunda selalu dengar-dengaran,
Sebagai mendengar suara tuan;
Perangai mendjadi bajangan mata,
Peninggalan seakan ratjun jang bisa.

Anakku, tak tertahan tak terderita,
Tersekang nasi dalam rangkungan;
Terbang semangat, letih anggota,
Bila bunda teringat tuan.

Kerimba mana bunda berdjalan,
Lautan manakah bunda arung,
Agar bertemu anakku tuan,
Supaja terhibur hati jang murung.

Anakku, kekasih ibu,
Buah ati djundjungan ulu,
Lengang rasanja kampung negara,
Sunji senjap dihari raja.

Bunda sebagai hidup sendiri
Selama tuan tak ada lagi.

Tidak berguna sawah dan bendar,
Emas intan tidak berharga;
Rumah besar rasa terbakar,
Untuk siapa kekuatan bunda.

Aduh kekasih, aduh nak sajang,
Dimana tuan terbaring seorang;
Bawalah ibu sama berdjalan.
Mengapa bunda tuan tinggalkan.