BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Untuk mempelajari fisika
dibutuhkan kemampuan berpikir ilmiah. Pernyataan ini diungkapkan dalam Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang menjelaskan bahwa fisika yang
merupakan mata pelajaran yang dipelajari di tingkat SMA berfungsi untuk
memperoleh kompetensi lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan
berpikir ilmiah. Salah satu indikator berpikir ilmiah adalah berpikir kreatif.
Siswono (2009) mengatakan
bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban
terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada ketepatgunaan dan keberagaman
jawaban. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif akan makin
tinggi jika seseorang itu mampu menunjukkan banyak kemungkinan jawaban. Semua
jawaban yang dikemukakan harus sesuai dengan permasalahan. Selain itu
jawabannya harus bervariasi.
Disisi lain,
Izzati (2010) menyebutkan bahwa “Berpikir kreatif merupakan sebuah kebiasaan
dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi,
mengungkapkan kemunginan-kemungkinan baru, membuka sudut pandang yang
menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga”. Intuisi tersebut
dapat memancing perasaan seseorang untuk memecahkan masalah dengan cara yang
berbeda atau menyelidiki suatu hal dalam sudut pandang yang berbeda.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kreatif adalah
suatu kegiatan menciptakan dan menemukan banyak ide atau solusi untuk suatu
permasalahan.
Kemampuan berpikir
kreatif merupakan kemampuan untuk menemukan ide-ide baru kemudian mengkonstruksi
ulang atau menemukan cara pemecahan masalah (Velsor, 2010:17). Kemampuan
berpikir kreatif mempunyai indikator-indikator tertentu yang membedakannya dari
kemampuan berpikir yang lain. Secara umum, indikator kemampuan berpikir kreatif
adalah: (1) fluency, memiliki banyak gagasan;
(2) flexibility, memberikan
interpretasi terhadap gambar; (3) originality,
menyelesaikan masalah dengan mensintesis, dan (4) evaluation, memberikan pertimbangan atas dasar sudut
pandangnya sendiri. Seseorang
dapat dikatakan memiliki kemampuan berpikir kreatif jika memenuhi
indikator-indikator berpikir kreatif. Semakin banyak kemampuan yang memenuhi
indikator, maka semakin tinggi tingkat kemampuan berpikir kreatifnya.
Untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir kreatif siswa, guru perlu menggunakan berbagai model belajar yang
memperlihatkan kepada siswa penerapan konsep fisika dan penyelesaian
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang digunakan
harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan kreatif memikirkan ide
dan menerapkan konsep fisika dalam menyelesaikan masalah. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Salah satu bentuk pembelajaran
berbasis masalah adalah Creative Problem Solving
(CPS). Model pembelajaran CPS dapat mendorong siswa berpikir kreatif untuk
memecahkan masalah fakta, konsep, dan prinsip dalam pembelajaran fisika. CPS
dijelaskan oleh Pepkin (2004:1) dalam Muslich (2009:221) bahwa “CPS adalah suatu model pembelajaran yang
berpusat pada keterampilan pemecahan masalah dan diikuti dengan penguatan
kreativitas”. Berdasarkan penjelasan diatas, disimpulkan bahwa model
pembelajaran CPS dapat digunakan untuk memancing kemampuan berpikir kreatif
sesuai dengan indikator berpikir kreatif.
Pembelajaran fisika yang
dilaksanakan di sekolah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif siswa. Kemampuan tersebut digunakan siswa untuk membangun dan menemukan
jati diri, seperti yang diungkapkan dalam lima pilar belajar prinsip
pelaksanaan kurikulum. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif dilakukan agar
siswa siap menghadapi permasalahan yang muncul sewaktu-waktu dengan melihat
peluang pemecahan masalah, menemukan hubungan antara ide-ide yang berbeda dan
mampu mengkonstruksi ulang atau menemukan cara pemecahan masalah.
SMAN 1 Padang merupakan salah
satu sekolah unggulan di Kota Padang. Keunggulan SMAN 1 Padang terletak pada
input siswa yang memiliki nilai Ujian Nasional yang bagus, sarana dan prasarana
yang lengkap, pengajar yang kompeten dibidangnya, dan administrasi sekolah yang
baik. Keunggulan yang dimiliki SMAN 1 Padang berdampak pada proses pembelajaran
yang berlangsung di SMAN 1 Padang.
Walaupun telah didukung oleh
beberapa keunggulan sekolah, sebagian besar hasil belajar siswa SMAN 1 Padang belum
bisa mencapai KKM. Hal ini dapat dilihat dari nilai akhir fisika siswa kelas XI
IPA tahun ajaran 2012/2013 pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai akhir fisika siswa
kelas XI IPA SMAN 1 Padang tahun ajaran 2012/2013 Semester 1
Kelas
|
Rata-rata
|
Tuntas
|
Persentase (%)
|
Tidak Tuntas
|
Persentase (%)
|
KKM
|
XI IPA 1
|
75
|
3
|
10,71
|
25
|
89,29
|
80
|
XI IPA 2
|
77
|
13
|
44,83
|
16
|
55,17
|
80
|
XI IPA 3
|
78
|
8
|
28,57
|
20
|
71,43
|
80
|
XI IPA 4
|
79
|
11
|
37,93
|
18
|
62,07
|
80
|
XI IPA 5
|
81
|
18
|
62,07
|
11
|
37,93
|
80
|
XI IPA 6
|
80
|
13
|
46,43
|
15
|
53,57
|
80
|
XI IPA 7
|
82
|
20
|
74,07
|
7
|
25,93
|
80
|
Sumber: Tata Usaha SMAN 1
Padang
Pada
Tabel 1 terlihat bahwa hanya sebagian kecil siswa yang mampu mencapai KKM. Bahkan
pada kelas XI IPA 1, hanya 3 orang yang memiliki nilai diatas KKM. Hanya dua
kelas yang mencapai persentase ketuntasan yang melebihi 50%, yaitu kelas XI IPA
5 dan XI IPA 7. Kondisi tersebut menandakan bahwa hasil belajar yang diperoleh
siswa masih kurang.
Untuk
mengetahui penyebab hasil belajar fisika yang masih kurang, penulis melakukan survei
lapangan kepada siswa kelas XI IPA di SMAN 1 Padang. Pada survei ini, penulis
memberikan sebuah soal yang berhubungan dengan materi fisika. Salah satu materi
fisika yang membutuhkan kemampuan berpikir kreatif adalah dinamika translasi
pada bidang miring. Siswa diminta untuk mencari kecepatan awal yang dimiliki
benda saat benda berada pada dasar bidang miring jika diketahui lintasan tempuh
dan sudut kemiringan bidang miring. Penulis meminta siswa untuk menyelesaikan
soal dengan lebih dari satu cara. Pada dasarnya, ada dua cara yang dapat
digunakan untuk menjawab soal tersebut. Pertama, dengan menggunakan hukum
kekekalan energi mekanik. Kedua, dengan menggunakan persamaan Gerak Lurus
Berubah Beraturan (GLBB). Namun, setelah penulis menelaah jawaban dari siswa,
sebanyak 80% siswa hanya menggunakan cara yang pertama.
Saat
penulis melakukan wawancara lebih lanjut dengan beberapa orang siswa, diperoleh
informasi bahwa pada saat mengerjakan soal, cara pertamalah yang terpikirkan
terlebih dahulu. Implikasinya, siswa melupakan cara kedua yang juga dapat
digunakan untuk mengerjakan soal tersebut. Dari wawancara yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan bahwa penyebab dari kurangnya hasil belajar fisika siswa diduga
akibat kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan soal.
Penyebab
dari kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa adalah siswa masih menganggap fisika
merupakan mata pelajaran hafalan sehingga menyebabkan siswa mudah berputus asa
dalam mengerjakan soal dan tidak kreatif untuk menemukan hubungan antar konsep.
Kebiasaan menghafal rumus mengakibatkan siswa belum memahami bahwa materi fisika
berkaitan dengan lingkungan sekitar. Kebiasaan tersebut disebabkan belum
terkaitnya materi fisika yang dipelajari di sekolah dengan kehidupan
sehari-hari. Padahal ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena
alam, seperti potensi daerah yang dimiliki oleh lingkungan sekitar siswa. UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB X Pasal 36 dan PP No.
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 mengharuskan agar
proses pembelajaran yang diatur dalam kurikulum dikembangkan berdasarkan
potensi daerah. Selain itu, Permen No. 3 Tahun 2008 menegaskan bahwa dalam
rancangan pembelajaran haruslah memuat materi pengayaan. Pembelajaran yang
diperkaya dengan potensi daerah seharusnya dapat diterapkan di Sumatera Barat.
Sumatera
Barat memiliki potensi daerah yang cukup beragam. Salah satu potensi daerah
Sumatera Barat adalah gunung berapi yang masih aktif. Sumatera Barat mempunyai
dua gunung berapi yang masih aktif, yaitu Gunung Marapi dan Gunung Talang.
Gunung Marapi adalah gunung yang terletak di kawasan Kabupaten Agam dengan
ketinggiannya mencapai 2.891 m sedangkan Gunung Talang adalah gunung yang
terletak di Kabupaten Solok dengan ketinggian 2.597 m. Kedua gunung ini
memiliki potensi letusan yang cukup sering. Gunung Marapi telah meletus
sebanyak 50 kali sejak akhir abad 18 sedangkan Gunung Talang telah meletus 4
kali sejak tahun 1833 hingga tahun 2007. Mengingat cukup besarnya potensi
gunung meletus di Sumatera Barat, proses pembelajaran fisika di sekolah seharusnya
dapat dikaitkan dengan materi gunung meletus. Namun pada kenyataannya, proses pembelajaran
fisika yang diharapkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah belum terlaksana
dengan baik.
Salah
satu penyebab dari belum terlaksananya proses pembelajaran yang terkait dengan
potensi daerah adalah belum adanya pengintegrasian materi bencana ke dalam
materi fisika. Hal ini diakibatkan belum adanya media yang terintegrasi materi
bencana alam yang dapat digunakan siswa. Oleh karena itu, upaya yang dapat
dilakukan adalah menggunakan Handout
terintegrasi materi bencana gunung meletus.
Handout merupakan bahan ajar tertulis yang
diharapkan dapat mendukung bahan ajar lainnya atau penjelasan dari guru (Majid, 2006:175). Handout memiliki
kelebihan diantaranya adalah penyusunannya lebih sederhana dan mudah
dikembangkan sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengintegrasikan materi bencana
ke dalam proses pembelajaran. Handout
yang terintegrasi materi bencana gunung meletus berisi penjelasan singkat atau
elaborasi tentang suatu materi ajar dan kaitannya dengan materi bencana gunung
meletus, soal latihan, dan evaluasi.
Materi
yang disajikan dalam Handout adalah
hukum kekekalan energi dan momentum. Pada konsep energi mekanik, siswa memahami
energi yang terkandung dalam material vulkanik dan penyebab material vulkanik
dapat mengakibatkan kerusakan di bumi. Kemudian, pada konsep hukum kekekalan
momentum, siswa dapat memahami akibat yang ditimbulkan oleh adanya tumbukan antara
material vulkanik dengan benda-benda yang berada disekitarnya. Materi fisika
dan bencana alam gunung meletus tersebut disajikan dengan menggunakan Handout mekanika dalam model
pembelajaran Creative Problem Solving.
Penggunaan
Handout mekanika terintegrasi materi bencana gunung meletus dalam
pembelajaran Creative Problem Solving
diduga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dan memunculkan
karakter siaga bencana. Hal ini terlihat pada saat terjadi bencana atau
ditayangkan video sebuah bencana, siswa mengetahui sikap yang harus dilakukan.
Sikap siaga tersebut akan muncul karena siswa mempunyai pemahaman dari
informasi terkait bencana yang telah digali. Dengan adanya sikap siaga bencana
dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, maka siswa dapat melakukan tindakan
yang tepat saat terjadi bencana. Oleh karenanya, Handout mekanika terintegrasi materi bencana gunung meletus dalam
pembelajaran fisika di duga dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif dan
karakter siaga bencana gunung meletus.
Bertolak
dari latar belakang di atas dapat dirumuskan dalam bentuk penelitian yang
berjudul “Pengaruh Handout Mekanika Terintegrasi Materi Bencana Gunung Meletus terhadap
Hasil Belajar Fisika Siswa dalam Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di
Kelas XI SMAN 1 Padang.”
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah terdapat pengaruh Handout mekanika
terintegrasi materi bencana gunung meletus terhadap hasil belajar fisika siswa
dalam pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) di Kelas XI SMAN 1 Padang?”
C.
Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terarah dan
mencapai sasaran, maka penulis membatasi masalah pada:
1.
Materi penelitian ini adalah materi kelas XI semester I, yaitu Hukum
Kekekalan Energi Mekanik dan Momentum
2.
Hasil belajar yang dinilai meliputi ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor. Pada ranah kognitif, penulis membatasi pada kemampuan berpikir kreatif
siswa
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh Handout mekanika
terintegrasi materi bencana gunung meletus terhadap hasil belajar fisika siswa
dalam pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) di Kelas XI SMAN 1 Padang.
E.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1.
Bagi siswa, untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
2.
Bagi guru, untuk membantu guru meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
siswa melalui model pembelajaran Creative
Problem Solving
3.
Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan mengembangkan kurikulum
berdasarkan potensi daerah
0 Komentar:
Posting Komentar